banner

Rabu, November 26, 2025

author photo

 

KH IMADUDIN AL-BANTANI: MENANGGAPI KATA PENGANTAR KURTUBI LEBAK


Di antara yang di katakana Kurtubi Lebak (KL) adalah:

―Keabsahan Nasab Sådah Ba 'Alawi semenjak berabad-abad yang lalu sudah diakui oleh para Ulama Besar Ahli Syariat, Ahli Nasab, dan Ahli Sejarah. Jika dirunut, tidak kurang dari 100 kitab karya ulama non-Ba 'Alawi yang di dalamnya terdapat pengakuan terhadap keabsahan nasab Ba 'Alawi atau status Ba 'Alawi sebagai al-Husaini (Keturunan Sayidina Husain) atau Asyraf atau Sadah. Ulama- ulama tersebut berasal dari berbagai negara dan berbagai mazhab Ahlus- Sunnah wal-Jama'ah (Aswaja), bahkan di luar Aswaja. Sehingga tidak heran jika sebagian ulama seperti al-Imam al-Muhibbi, al-Imam anNabhani dan al- 'Allamah Syaikh Ali Jum'ah-sampai berani menyatakan bahwa kesahihan Nasab Ba 'Alawi diakui secara ijmak (konsensus).‖[1]

KH IMADUDIN AL-BANTANI MENANGGAPI KATA PENGANTAR KURTUBI LEBAK



Jawaban Kiyai Imad (KH IMADUDIN AL-BANTANI): 
Kata KL keabsahan nasab Ba‘alwi sudah diakui berabad-abad oleh para ulama besar. Siapa ulama besar dalam ilmu nasab yang mengakui nasab Ba‘alwi? seorang ahli nasab yang hidup sezaman dengan Ba‘alwi yaitu Ibnu Inabah (w.828 H.) tidak mengakui nasab Ba‘alwi sebagai keturunan Ahmad bin Isa. apa bukti ia tidak mengakui nasab Ba‘alwi padahal ia hidup di masa Abdurrahman Assegaf yang katanya ulama besar; Umar al-Muhdlar katanya juga ulama besar; Abu Bakar al-Sakran katanya juga ulama besar. jika mereka ulama besar, tentu mereka dikenal, jika mereka dikenal maka jika diyakini mereka keturunan Ahmad bin Isa akan dicatat oleh Ibnu Inabah sebagai keturunan Ahmad bin Isa, nyatanya tidak. Kenapa tidak dicatat karena memang mereka diyakini oleh Ibnu Inabah bukan sebagai keturunan Ahmad bin Isa.

Penulis kitab nasab dari Yaman abad ke-9 H. saja Muhammad Kadzim al-Yamani (w.880 H.) tidak mencatat keluarga Abdurrahman Assegaf sebagai keturunan Ahmad bin Isa. abad sembilan itu wahai

KL, nasab Ba‘alwi baru dipabrikasi; Baru diijtihadi. Ia baru dicatat secara formal oleh Ali al-Sakran (w.895 H.) dalam kitabnya Al-Burqat al-Musyiqah. Lalu ulama-ulama setelahnya yang ada kaitan dengan Ba‘alwi mencatatnya sesuai pengakuan Ba‘alwi itu tanpa memverifikasi dalam kitab-kitab nasab muktabar. Nasab keuarga Abdurrahman Assegaf baru masuk kitab nasab tahun 996 H. abad kesepuluh Hijriyah setelah 651 tahun wafatnya Ahmad bin Isa. sebelum masuk kitab nasab hal itu didahului pengakuan mereka sendiri di tahun 895 H. jadi mereka mengaku sebagai keturunan Ahmad bin Isa itu setelah 550 tahun, lalu setelah 101 tahun dari pengakuan itu baru nasab mereka masuk kitab nasab yaitu Tuhfat alThalib. Itupun dengan pengakuan penulisnya bahwa nasab Alwi ini masuk bukan berdasarkan kitab nasab tetapi hanya berdasarkan ta‘liq (tulisan di secarik kertas) yang ia temukan saja. 

Kita sebagai guru tidak boleh mengajarkan taklid buta kepada para murid kita agar murid kita menjadi ulama mumpuni. Ulama yang memiliki nalar kritik seperti Imam Syafi‘I, Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Ahmad dsb. Bukan malah menjadikan murid kita bodoh hanya menerima apa yang telah difikirkan dan ditetapkan ulama masa lalu. 

Bagi ulama, taklid itu seperti syetan. Ia menjauhkan manusia untuk dapat mencapai kebenaran yang hakiki. Al-Qur‘an dengan segala makna dan rahasianya yang menakjubkan, inti ajarannya, tidak akan dapat diraih oleh orang yang terhalang fanatisme suatu pemahaman sebelumnya, padahal pemahaman itu tanpa ada dalil sedikitpun. Sebuah konklusi yang ditaklidi seorang ulama secara buta, menunjukan bahwa hatinya telah tersegel oleh fanatisme dari apa yang telah ia dengar dan ia baca padahal ia tidak mengetahui apakah yang ia dengar dan i abaca itu bersumber dari dalail atau tidak. Lehernya telah terikat oleh tali taklid yang kuat yang ditautkan di tiang pemahaman sebelumnya, sehingga ia tidak bisa berjalan jauh untuk mencapai ―bashirah‖ dan ―musyahadah‖ dari hakikat suatu kebenaran.

 

Jika berkemilau cahaya kebenaran yang hakiki dari kejauhan, lalu hampir saja hatinya menerima kebenaran itu, maka tali syetan taklid itu akan langsung menariknya dan berkata ―Bagaimana sampai terlintas dihatimu kesimpulan yang berbeda dengan gurumu atau leluhurmu?‖ Itulah cara kerja syetan dalam mempermainkan ulama dan menjerumuskannya untuk tetap berada dalam kubangan taklid dan menghalanginya untuk menaiki tangga-tangga hakikat.

Ulama itu ada tiga: Pertama, ulama yang diberikan kemampuan ilmu yang interdisiplin dari berbagai sisi pengetahuan yang dengannya ia dapat berijtihad secara mutlak, langsung dari al-Qur‘an dan Hadits. Bagi ulama semacam ini haram bertaklid kepada ulama lainnya.

Yang kedua, adalah ulama yang mengetahui pendapat ulama mujtahid beserta dalil-dalilnya, maka ia men-―tarjih‖ mana di antara para mujtahid itu yang pendapatnya didukung oleh dalil yang kuat, lalu ia mengikuti pendapat yang didukung oleh dalil yang kuat itu. Walau pendapat itu berbeda dengan madzhabnya sendiri.

Yang ketiga adalah ulama yang mengetahui pendapat-pendapat para mujtahid, ia mengetahui bahwa pendapat para ulama ini masingmasing mempunyai dalil, namun ia tidak mempunyai kemampuan mentarjihnya, atau ia mampu, namun ia tidak mempunyai waktu, maka ia boleh bertaklid kepada para mujtahid itu. Dalam masalah inipun, sebenarnya terjadi perbedaan pendapat para ulama: ada yang membolehkan baginya taklid ada yang mengharamkannya. Namun, jika ulama mengetahui bahwa pendapat itu tidak mempunyai dalil apapaun, baik dari al-Qur‘an, ijma‘ dan Qiyas, maka haram baginya mengikuti pendapat itu. 

ولا تَ قْفُ مَا ليْسَ لكَ بوِ عِلْمٌ ۚ إنَّٖ السَّمْعَ والبصَرَ وَالفُؤادَ كُلُّ أولَٰئِكَ كَانَ عَنْوُ مَسْئولًا )الاسراء: ٖٙ(

Banyak sekali Al-Qur‘an menyindir orang-orang yang selalu mengatakan kita ikuti orang tua-tua kita saja, padahal orang tua kita tidak maksum. Walaupun orang tua kita ulama belum tentu ia selalu benar. Ia manusia yang bisa salah bisa juga benar. Kewajiban kita memverifikasi setiap apa yang diucapkan oleh orang-orang tua kita. Jika itu benar maka kita perkuat jika itu salah kita luruskan. Di bawah ini contoh ayat-ayat Al-Quran yang mencela orang yang mengikuti tanpa dalil dan selalu berkata kami mengikuti ayah-ayah kami, tanpa mau berfikir:

قالوا أجِئْ تَ نا لتَ لْفِتَ نا عَمَّا وجَدْنًَ عَلَيْوِ آبَاءنًَ وَتكُونَ لكُمَا الكِبْريََءُ

في الْأرْضِ وَمَا تَ٨ْنُ لكُمَا تُٔؤْمِنتَُ )يونس: ( فَ لمَّا جَاءىُم مُّوسَىَٰ بِِيََتنا بَ يناتٍ قالوا مَا ىََٰذَا إلَّا سِحْرٌ مُّفْتَ رى

وَمَا تَِٝعْنا بِهذَا فِي آبَائنا الْأوَّلتَُ )القصص:      (

وَإذَا قيلَ تَ٢ُمُ اتبعوا مَا أنْ زلَ الَّلَُّ قالوا بلْ نَ تبعُ  مَا ألفَيْ نا عَليْوِ آبَاءنًَ 

)البقرة:      ( وَإذَا قيلَ تَ٢ُمْٔ تَ عَالوْا إلَىَٰ مَا أنزََل الَّلَُّ وَإلَى الرسُولِ قالُوا حَسْبُ نا مَا وجَدْنًَ عَليْوِ آبَاءنًَ ۚ أوَلوْ كَانَ آبَاؤىُمْ لَا ي عْلمُونَ شَيْ ئا ولَا ي هْتدُونَ 

)ات١ائدة:ٔٓٗ(

Ulama itu tidak maksum. Itu yang harus difahami secara mendalam. 

―Anehnya, setelah lebih dari 1.000 tahun, barulah muncul Imaduddin bin Sarman mengatakan bahwa Ubaidillah kakek Ba Alawi bukanlah anak dari Ahmad bin Isa, sehingga nasab Ba 'Alawi batal sebagai dzurriyah Nabi Muhammad Saw.!? Lebih dashyatnya lagi, orang tersebut merasa hanya dirinya Indonesia: yang benar dan semua ulama besar yang mengakui nasab Ba 'Alawi adalah salah! Belum lagi ditambah dengan narasi-narasi kebencian dan diskriminasi rasis yang diembuskan oleh Imaduddin dan kroninya! Lâ haula wala quwwata illa billah.‖

KL perlu tahu, dan itulah mengapa kita perlu terus belajar, bahwa penulis bukanlah orang yang pertama mengatakan Ubaid bukan anak Ahmad bin Isa tetapi itu adalah ucapan seorang ulama besar Ahlussunnah wal Jamaah yaitu Imam al-Fakhrurazi dalam kitabnya Al-syajarah al-Mubarakah. Ia mengatakan:

أما أتٛد الابح فعقبو من ثلاثة بنتُ: محمد ابو جعفر بالري، وعلي بالرملة، وحستُ عقبو بنيسابور 

“Adapun Ahmad al-Abh maka anaknya yang berketurunan ada tiga: Muhammad Abu ja‘far yang berada di kota Roy, Ali yang berada di Ramallah, dan Husain yang keturunanya ada di

Naisaburi.‖[2]

Dari kutipan di atas Imam Al-Fakhrurazi tegas menyebutkan bahwa Ahmad al-Abh bin Isa hanya mempunyai anak tiga yaitu Muhammad, Ali dan Husain. Ahmad al-Abh tidak mempunyai anak bernama Ubaidillah. Dari ketiga anaknya itu, semuanya, menurut Imam al-fakhrurazi, tidak ada yang tinggal di Yaman.dari situ berita selanjutnya dari abad ke-9 bahwa anaknya tambah satu yaitu Ubaid/Ubaidillah/Abdullah tertolak.

Wassalam.



[1] Hanif dkk…h. xxxvi

[2] Fakhruddin al-Razi, Al-syajarah al-Mubarakah, h. 111

your advertise here

This post have 0 comments

Terima kasih kunjungannya, silahkan beri komentar ...
EmoticonEmoticon

Next article Next Post
Previous article Previous Post

Advertisement

Themeindie.com